![]() |
Ilustrasi |
bersamaislam.com - Seorang narapidana yang divonis hukuman mati sedang menantikan eksekusinya. Ia meminta sebatang pena dan selembar kertas pada petugas sebagai permintaan terakhirnya.
Setelah menulis selama beberapa menit, narapidana tersebut meminta petugas penjara untuk menyerahkan surat yang ditulis itu kepada ibu kandungnya.
Begini isi surat tersebut:
Ibu..
Jika ada pengadilan yang lebih adil di dunia ini, kita berdualah yang seharusnya dihukum mati, dan bukan hanya saya saja. Ibu juga bersalah atas lika-liku kehidupan yang saya jalani.
Ingatkah ibu ketika saya mencuri sepeda milik seorang anak yang sebaya saya? Ibu yang membantu saya menyembunyikan sepeda itu dari pantauan ayah.
Ingatkah ibu ketika saya mencuri uang dari dompet tetangga kita? Ibu juga yang pergi bersama saya ke sebuah supermarket untuk membelanjakannya.
Ingatkah ibu ketika saya bertengkar dengan ayah dan kemudian ayah pergi meninggalkan kita? Ayah sekadar ingin mengingatkan saya karena perbuatan saya mencuri dalam sebuah event pertandingan yang menyebabkan saya dikeluarkan dari sekolah.
Ibu..
Ketika itu saya hanyalah seorang anak, yang setelah itu menjadi seorang remaja yang bermasalah. Dan sekarang, saya hanyalah seorang pria yang sangat rusak.
Ketika itu saya hanyalah seorang anak yang membutuhkan perbaikan, bukan izin untuk berbuat kejahatan.
Namun saya tetap memaafkan ibu..
Saya mohon agar surat ini sampai kepada semua orangtua di dunia ini, agar mereka tahu yang membuat seorang anak itu baik atau jahat adalah pendidikan ibunya!
Terima kasih ibu karena telah memberikan 'nyawa' bagi saya dan juga menyebabkan saya kehilangannya.
Dari anakmu.
Dalam banyak persoalan hidup, berhasil atau tidak seorang anak mengatasinya bukan masalah berat ringannya masalah yang dihadapi. Tetapi lebih banyak soal kesiapan. Siap secara fisik, mental, ilmu dan terutama keimanan atas takdir Allah.
Pertanyaan nabi Ibrahim, "Ma ta'buduna min ba'di", menyiratkan sebuah isyarat kesiapan. Anak-anak harus disiapkan untuk menyembah siapa kelak di kemudian hari. Konsekuensi dari sembahan itu adalah totalitas kepasrahan jiwa kepada sang khalik yang disembah.
Itu memberi kekuatan bukan kelemahan. Meyakini segala sesuatu bersumber dari Allah dan hanya Dia yang bisa mengubah keadaan membuat mental anak-anak lebih siap menghadapi situasi apapun.
Dan sang anak narapidana yang menulis surat tersebut, tidak disiapkan untuk itu oleh Ibu dan juga Ayahnya.
Wallahu a'lam.
(Mirza Husni)
0 Comments