Lagu Religi, Nasyid dan Hukumnya dalam Islam

Lagu religi atau nasyid dan hukumnya dalam agama Islam.
ilustrasi

bersamaislam.com - Agama Islam adalah suatu gabungan aturan yang menjadi petunjuk yang universal (menyeluruh) bagi umatnya untuk menjalani segala sisi kehidupan. Sehingga setiap perilaku manusia pasti ada hukumnya (aturannya), termasuk salah satunya karya seni yang berbentuk musik. Seperti yang kita ketahui, musik dan lagu adalah karya seni dimana seorang manusia bisa meluahkan hasil pengolahan cipta, rasa dan karsanya. Karena Islam adalah agama yang menyeluruh, maka Islam juga mengatur tentang hukum musik, termasuk lagu religi (nasyid) yang sedang digemari oleh ummat Islam.

Dalil tentang lagu religi (nasyid):

Terdapat sejumlah dalil yang membahas tentang lagu religi (nasyid), diantaranya adalah:
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan." (QS Surah Luqman ayat 6)

"Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud?." (Surah An-Najm 59-61) (Ibnu Abbas menafsirkan bahwa sumud itu adalah bernyanyi)

Kemudian ada hadits dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik."(HR. Al-Bukhari no. 10/5590).



Sedangkan sejumlah ulama juga berpendapat terkait lagu religi (nasyid):

Dari Syeikh Ibnu Taimiyah: "Seorang hamba jika sebagian waktunya telah tersibukkan dengan amalan yang tidak disyari'atkan, dia pasti akan kurang bersemangat dalam melakukan hal-hal yang disyari’atkan dan bermanfaat. Karena itu, kita dapati pada orang-orang yang kesehariannya dan santapannya tidak bisa lepas dari nyanyian, mereka pasti tidak akan begitu merindukan lantunan suara Al Qur’an. Mereka pun tidak begitu senang ketika mendengarnya. Mereka tidak akan merasakan kenikmatan tatkala  mendengar Al Qur’an dibanding dengan mendengar bait-bait sya’ir (nasyid). Bahkan ketika mereka mendengar Al-Qur’an, hatinya pun menjadi lalai."

Adapun Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam kitab Mughni al-Muhtaj berpendapat bahwa mendengar musik hukumnya makruh.

Sementara itu, Imam As-Syaukani dalam Kitab Naylul Authar menyebutkan bahwa masyarakat Madinah dan para ulama yang sependapat beserta ahli sufi, memberikan sejumlah keringanan dalam perihal lagu, walaupun menggunakan alat musik.

Terkait hal tersebut, Abu Mansour al-Baghdadi al-Syafi’i ikut berkomentar dalam bukunya berjudul As-Simaa', Sahabat Abdullah bin Ja’far berpendapat bahwa tak ada masalah dengan lagu, ia mendengarkan lagu-lagu yang dimainkan oleh hambanya. Dan hal itu ia lakukan pada masa kekhalifahan Ali ra. Begitu juga para sahabat lainnya yaitu Kadhi Syureih, Sa’id bin al-Musayyab, Atha’ bin Abi Rabah, Az-Zuhri dan al-Sya’bi.

Selain itu, Imam al-Ghazali juga ikut berpendapat bahwa mendengarkan musik atau nyanyian tidak berbeda dengan mendengarkan perkataan atau bunyi-bunyian yang bersumber dari makhluk hidup atau benda mati. Setiap lagu memiliki pesan yang ingin disampaikan. Jika pesan itu baik dan mengandung nilai-nilai keagamaan, maka tidak jauh berbeda seperti mendengar ceramah atau nasihat-nasihat keagamaan, begitu juga sebaliknya.

Jadi kesimpulannya, Al-Quran tak menjelaskan hukum lagu religi atau musik dengan tegas. Dalam perihal muamalah, kaidah dasar yang dipakai adalah: al-ashlu fi al-asyaa al ibahah (segala sesuatu hukumnya adalah boleh), dan batasan dari kaidah tersebut adalah selama hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam atau syariat.

Sejumlah ulama yang mengharamkan musik didasari dari argumen terhadap surat Luqman ayat 6 yang menjelaskan bahwa manusia yang mengucapkan kata-kata yang tak bermanfaat akan mendapatkan azab. Maksudnya, musik yang berupa suara yang keluar dari alat musik dan berirama secara teratur bukanlah ucapan yang mengandung perkataan yang jelek. Sedangkan yang mengandung perkataan adalah lagunya atau liriknya.

Sedangkan tidak semua lagu mengandung perkataan (lirik) yang jelek dan mengarah pada ajakan maksiat. Bila lagu tersebut mengandung perkataan yang dan mengarah pada perbuatan maksiat tentulah hukumnya haram, namun lirik lagu yang baik dan dipenuhi syiar maka hukumnya adalah boleh. Jadi dijelaskan disini bahwa yang mempengaruhi hukum musik itu bukanlah musiknya, namun yang di luar musik, seperti lirik yang berisi perkataan yang jelek.

Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa larangan tersebut tak ditunjukkan kepada alat musiknya, melainkan karena karena "yang lain" (amrun kharij). Namun di awal-awal kebangkitan Islam, kata Imam al-Ghazali, alat musik seruling dan alat musik petik lebih dekat kepada tempat maksiat dan menjadi musik pengiring pesta yang diiringi dengan minuman keras dan hal itu yang menurutnya dilarang. Namun bila diisi dengan syiar yang baik, maka jadi baiklah ia.

Namun musik juga bisa menjadi makruh bahkan bisa masuk kepada haram bila hal tersebur membuat orang yang mendengar menjadi lalai akan kewajiban beribadah kepada Allah swt.

Ummat Islam juga dituntut untuk kreatif dalam menyiasati arus globalisasi yang menysatkan. Karena itu musik kian merebak ke lingkungan kita. Bila tak menciptakan musik alternatif yang dapat membuat pendengar menjadi dekat kepada Allah swt, maka generasi muda kita akan mendengar lagu-lagu cinta yang berlirik mesum seperti lagi Despacito dan sejenisnya.

Kesimpulannya, musik itu tidaklah haram. Namun musik dan lagu bisa menjadi haram bila ada faktor di luar musik, seperti dijadikan sebagai pengiring dalam pesta yang dipenuhi miras, dihiasi dengan musik yang erotis, dengan lirik lagu porno, dan lain-lain yang menyesatkan. Jadi tergantung penggunaanya.

Karena itu hukum mendengarkan musik dan lagu adalah kondisional (tergantung dari apa, untuk apa , dan bagaimana efeknya). Bila dengan mendengar musik hingga menjadi lupa akan shalat, membaca al-Qur’an dan hal lain yang merupakan ibadah kepada Allah, maka hukumnya menjadi haram. Tapi bila sebaliknya maka hukumnya menjadi mubah.

Itulah sekilas penjelasan terkait hukum mendengar musik dan lagu dalam islam, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'alam.